SEJARAH DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
Dalam perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti
menunjukan bahwa UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun
penegakan hukum. Telah terjadi empat periode pemerintahan masa Kemerdekaan
(1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998)
dan era Reformasi (1998-Sekarang). Pada saat kemerdekaan dulu berlaku tiga
macam UUD(1945, RIS dan 1950) namun dalam prosesnya sitem demokrasi dan hukum
dapat ditegakan. Dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan
dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem
otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada masa Demokrasi
Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang
demokratis dan menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan
murni dan konsekuen”. Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan
mendadak dari sistem politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian
kepemimpinan di bawah presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah 180
derajat. Kebebasan membentuk partai politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas
berbicara.
sumber gambar : http://gapurasejarah.blogspot.com/2016/12/menelusuri-lahirnya-demokrasi-liberal.html
Sejarah Munculnya Demokrasi Liberal
Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah
Indonesia bahwa negara Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem
demokrasi. Diharapkan hal ini bisa mewujudkan demokrasi berbau indonesia meski
konsep dasar mengadopsi teori demokrasi luar. Berikut ini adalah salah satu
analisis dialektik-historis pada penerapan demokrasi di Indonesia.
Setelah dibubarkannya
RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan
mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi
Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan
liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan
oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri
dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi
liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam
sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam
kenyataanya rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi
Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya
kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok
dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.
Pelaksanaan Pemerintahan
Demokrasi Liberal
- Bidang Politik
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa
berjayanya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini
terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih
kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam
waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan
dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;
Kabinet Natsir
(6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan
Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi
yang dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di
mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat formasinya di mana tokoh –
tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
- Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
- Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
- Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
- Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
- Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Kabinet
Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada
presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal,
sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28
hari (28 Maret-18 April 1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik
Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan
berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal
dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh
Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
- Menjamin keamanan dan ketentraman
- Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
- Mempercepat persiapan pemilihan umum.
- Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
- Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Kabinet
Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan
Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi
formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur.
Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah
pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini
mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
- Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
- Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kabinet Ali
Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang
terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang
cukup banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk
partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro
(partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
- Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
- Pembebasan Irian Barat secepatnya.
- Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali
Sastroamijoyo I yaitu; Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen
yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika tahun 1955 dan memiliki pengaruh dan arti penting dagi solidaritas
dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa
akibat yang lain, seperti :
- Berkurangnya ketegangan dunia.
- Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
- Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Kabinet
Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin
Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk
oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
- Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
- Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
- Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Ali
Sastroamijoyo Ii (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk
kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3
partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut.
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
- Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
- Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
- Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
- Pembatalan KMB
- Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif
- Melaksanakan keputusan KAA.
Kabinet
Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang
terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda.
Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah Programnya disebut Panca Karya yaitu:
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi keadaan RI
- Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Djuanda yaitu. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui
Deklarasi Djuanda, Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan
pergolakan di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini
sebagai berikut.
2. Bidang Ekonomi
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah
sebagai berikut;
- Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
- Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
- Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
- Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
- Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
- Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai
- Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
- Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
- Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
- Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Kelebihan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai
berikut;
- Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
- Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia secara demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
- Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB
- ndonesia dapat mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda
- Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
- Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini berdiri.
Kegagalan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;
- Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
- Timbul berbagai masalah keamanan
- Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
- Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
- Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan kekuasaan.
- Praktik korupsi meluas.
- Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan
dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki
pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena
masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa
mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah utama yang
dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur
di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki
agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya
menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara dilakukan 3 kali
dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang
menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua
pertiga.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai
politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5
Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
- Pembubaran Konstituante.
- Berlakunya kembali UUD 1945.
- Tidak berlakunya UUDS 1950.
- Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak
diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan
Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di Indonesia.
Dalam perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah
mengalami beberapa kali pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun dengan
sejalannya demokrasi itu Indonesia sampai saat ini masih saja belum menemukan
sistem Demokrasi yang tepat. Banyak permasalahan yang datang dalam pencarian
sistem Indonesia maupun jiwa para pemimpinnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.warnetgadis.com/2016/09/makalah-demokrasi-pada-masa-orde-lama.html
Nasution, Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan
Konstitusional di Indonesia:
Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (second
ed.). Jakarta; Grafiti.
Crouch, Herbert, (2001). Militer & Politik di Indonesia,
Jakarta: Sinar Harapan.
Karim, Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di
Indonesia: Sebuah Potret Pasang
Surut, Jakarta: Rajawali Pers.
Marwati Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional
Indonesia jilid VI,
Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.
Komentar
Posting Komentar